<div style='background-color: none transparent; float:right;'><a href='http://www.rsspump.com/?web_widget/rss_ticker/news_widget' title='News Widget'>News Widget</a></div>

The Last words of Omar Mukhtar – Fighter from Libia

 

My forefinger that admits in every prayer that there is no God but Allah and that Muhammad is the Messenger of Allah cannot write a word of falsehood, we do not surrender, we win or die!
Omar Mokhtar

Last words of Omar Mukhtar

Omar Mukhtar, Emir of the Mujahideen of Libya, headed jihad against Italian invaders in the 1920-1930s. He was 70 years old, when he received a severe wound, and was taken prisoner by the invaders.

A dialogue in an infidels’ court in 1931, between the “judge” and Omar Mukhtar:

- Did you fight against the Italian state?

Omar: Yes

- Did you encourage people to fight against Italy?

Omar: Yes

- Are you aware of penalty for what you did?

Omar: Yes

- For how many years did you fight against Italy?

Omar: For 20 years already

- Do you regret of what you have done?

Omar: No

- Do you realize that you will be executed?

Omar: Yes

The “judge” remarked:

- It’s a dismal end for a man like you.

Hearing these words, Omar Mukhtar replied:

- On the contrary, it is the best way to end my life!

The “judge” then wanted to acquit him and deport him from the country if he appeals to Mujahideen in a statement to stop the Jihad. Then Omar Mukhtar said his famous words:

- My forefinger that admits in every prayer that there is no God but Allah and that Muhammad is the Messenger of Allah cannot write a word of falsehood, we do not surrender, we win or die!

READ MORE ... Monggo di-Klik

Era Baru Militer Turki : Membaca dan Mempelajari Al Qur’an

 

Tahun 1923 khilafah Islam di Turki dihapus, sultan terakhir Turki Utsmani diusir keluar negeri dan Turki berubah menjadi Republik  dan mulai menegakkan nilai-nilai sekurarisme dan memusuhi segala yang berbau Islam. Tepat setelah 90 tahun dilarang mempelajari pelajaran agama di institusi militer, kini personil militer Turki diperbolehkan membaca dan mempelajari Al-Quran, biografi Nabi Muhammad (shalaallahu ‘alaihi wa sallam), Nilai-nilai dan norma-norma dasar Islam akan diajarkan di sekolah-sekolah militer di Turki, menurut laporan Umma-inform, seperti dilansir oleh Islam.ru.

Laporan mengatakan bahwa Menteri Pendidikan Turki mengeluarkan sebuah dekrit yang menghapuskan larangan mengajarkan pelajaran agama di institusi-institusi pendidikan militer. Sejak saat ini, para murid di sekolah militer-dimulai dari kelas 5-yang memiliki keinginan untuk mendapatkan pengetahuan Islam di sekolah menengah. Demikian juga di perguruan-perguruan tinggi militer Turki akan ada pelajaran dasar-dasar Islam, membaca Al-Quran, adab-adab Islam, dan sejarah Nabi Muhammad (shalalallahu ‘alaihi wa sallam).

Selain itu, dekrit tersebut juga membatalkan aturan yang mengharuskan pemilihan pelajaran untuk para murid oleh para komandan, sebagaimana yang dilakukan sebelumnya.

Karena kekurangan guru-guru Islam yang berkualitas, pernyataan resmi telah dikirim ke Kementerian Agama Turki untuk menyediakan guru-guru Islam untuk peluang ini.

- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/04/11/militer-turki-mulai-mempelajari-al-quran.html#sthash.nBZOXbNd.dpuf

READ MORE ... Monggo di-Klik

Agenda Besar Tersembunyi Gazwul Fikri Media Televisi Indonesia

 

Hati-Hati! Sinetron Yang Mendistorsi Islam dan Umat Islam,

Tukang Bubur naik haji, Ustadz Fotokopi, Haji Medit adalah beberapa diantara sinetron, yang nampaknya religi namun tersirat mendiskreditkan dan mendistorsi ajaran Islam dan umat Islam.                                                                                                                  by Irsyad_Ali

  1. Sejak kemaren, denger laporan dari teman2, bahwa sinetron skrang menempatkan Islam sbagai "tersangka" kejelekan. #SineSARA  Sinetron yg berbau SARA, termasuk didalamnya menistakan (simbol Islam)

  2. Gak suka sinetron, tapi akhirnya tadi sy sempatkan nonton Haji Medit di SCTV, agar bisa lihat sendiri. Asli saya risau & malu.

  3. Sy jg pernah nonton Islam KTP, Haji Muhidin, Ustad Fotocopy. Sy pun malu menontonnya. 4. Disinetron itu, Islam digambarkan kejam, jahil, bodoh, tamak, kikir dan sifat tercela lainya.

  4. Sy sempat berfikir, apakah ada agenda TV tertentu merendahkan agama mayoritas di negeri ini?

  5. Sy sebagai Muslim jelas risau, tdk suka, kecewa dgn #SineSARA yg ditayangkan. Jauh dari nilai Islam yg sesungguhnya.

  6. Dulu juga pernah ada Sinetron tentang Pesantren Rock, dicitrakan pesantren tempat pacaran.

  7. Dulu, pernah dilarang tampilan Ustad/Kyai yg dikesankan hanya sebagai pengusir setan. (marak di film-film tahun 70 dan 80an -editor)

  8. Fungsi kyai & ustad hanya sebatas dipanggil utk melawan makhluk halus. Padahal ulama penerus risalah para nabi.

  9. Sinetron sekrang, jauh dari unsur pendidikan, justru bertentangan dgn akhlak terpuji.

  10. Skrang muncul lg sinetron dgn simbol2 Islam tapi kelakuanya jahiliyah. Bernama Haji Medit.

  11. Medit itu sama dgn Kikir, Pelit, tdk suka berbagi, yg artinya jauh dari akhlak terpuji.

  12. Sinetron jaman skrg bawa istilah2 Islam. Kalo ada jeleknya, Islam yg kena cap jelek. Apa sutradaranya gak mikir ?

  13. Ustad, Haji, Kyai adalah simbol Islam, yg dihormati, krn guru & pendakwah. bukan simbol agama lain.

  14. Saat ini ada skenario TV utk memfitnah Ustad atau Haji. Seakan2 yg dpt gelas ust atau haji adalah nista

  15. Justru secara tidak sadar saat ini, yg dijelek2an #sineSARA bukan Ustad/Haji, tapi Islam.

  16. Setelah Islam KTP yg menggambarkan si Madit sebagai haji yg kikir & pelit & suka menghina. citra Islam jadi jelek. #SineSARA

    #SineSARA tentang Haji Muhidin yg akhlaknya tdk terpuji, sombong, tamak. Menggambarkan Islam seolah2 mengajarkn begitu.

  17. Apa manfaat #SineSARA Ustad Fotocopy ?. Sy lihat aneh, itu bukan karakteristik ustad. Ustad/guru agama tdk utk becandaan.

  18. Bagaimana reaksi @KPI_Pusat jk ada sinetron dgn cerita Pendeta atau biksu yg jahat, antagonis & bodoh? | #SineSARA. @azimahsubagijo

  19. Bagaimana reaksi @kpi_pusat, jk ada sinetron dgn cerita Pendeta atau biksu pelit & melecehkan agamanya ? #SineSARA | @ezkisuyanto

  20. Saat ini ada #SineSARA, menggambarkan Ustd/Haji (umat Islam) seolah2 bodoh, kikir, jahil, tdk beradab, | @azimahsubagijo @ezkisuyanto

  21. Knp sinetron sekarang menceritakan simbol2 Islam sperti, haji & ustad yg bodoh, tamak, jahat, pelit. Any Agenda? #SineSARA

  22. Knp sinetron skrang melecehkan simbol2 Islam. Di gambarkan Islam itu rendah, tak berkahlak, kuno & jahiliyah? #SineSARA

  23. Sinetron skarang menghina apa?. Knp tokoh antagonis yg jahat & berpenyakit hati selalu diperankan oleh "ustad" / "haji"? #SineSARA

  24. Wajar jk byk yg menyangka kalau ada agenda terselubung, misi utk "downgrade* simbol Islam. Lihat pengambilan judul2nya.

  25. Tukang Bubur Naik Haji, Ustad Fotocopy, Haji Medit, semua sinetron ini membuat tokoh seorang Haji, namun diluar figur islami

  26. Paradigma SARA harus segera di ganti, bnyk cerita lain yg membuat orang tertarik menontonya. Sorry. #SineSARA

  27. Mohon maaf kpd para producer, ulama adalah pewaris para nabi, dan Haji identik dgn tokoh Islam, jgn nistakan. Terimakasih.

  28. Mohon bantuan mb @ezkisuyanto @azimahsubagijo komisioner @kpi_pusat, kami risau dgn Sinetron yg berbau SARA yg menyinggung Ustad/Haji. Thx

Source : http://chirpstory.com/li/67476
Reply RT Favorite

READ MORE ... Monggo di-Klik

Sejarah Nama “Indonesia”: dari Jurnal Ilmiah Etnologi Geografi ke Makna Politis

 

Benar adanya jika dikatakan para Founding Father Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah orang-orang yang minder terhadap para penjajah Belanda dan bangsa Barat pada umumnya. Sampai-sampai nama “Indonesia” sebagai identitas bangsa dan negara yang merdeka pun harus mencomot dari hasil kajian mereka. Sesuatu yang naif untuk negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia dan populasi penduduk pada urutan ke-4 (setelah China, India dan Amerika Serikat),

Lalu kemerdekaan seperti apa yang kita maui jika nama negara, bangsa dari orang asing dan sistem hukum yang diberlakukan adalah warisan Belanda (KUHP)?

Penjajah Barat memang telah angkat kaki dari negeri-negeri muslim, tetapi mereka juga meninggalkan jejak konspirasi Zionist internasional (konggres tahun 1893), yaitu dikampanyekannya ideologi dan paham Nasionalis dan sistem demokrasi sebagai bom waktu untuk menjadikan dunia Islam terpecah dalam negara-negara kecil, selalu konflik untuk kepentingan nasional atau bahkan dalam lingkup lebih sempit - kepentingan partai. 

Sungguh benarlah nubuwwat Rasululloh SAW., bahwa ummat kelak akan seperti buih, jumlahnya sangat banyak namun tidak punya peran karena ummat tepecah belah masing-masing berselisih.  Tidak usah jauh-jauh, ummat Islam Indonesia saling berselisih membela partai yang mereka perjuangkan ideologi dan kepentingan partai. Dunia Islam terabaikan.

Apakah kita terima saja semua itu sebagai fakta politis?

Sebelum kedatangan bangsa Eropa

PADA zaman purba kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama.

Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai “Nan-hai” (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini “Dwipantara” Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata kap Sansekerta “dwipa” (pulau) dan “antara” (luar, seberang).

Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke “Suwarnadwipa” (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita “Jaza’ir al-Jawi”  (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah “benzoe”, berasal dari bahasa Arab “luban jawi” (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon “Styrax sumatrana” yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra .

Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi , Sunda, semuanya Jawa)” kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Masa kedatangan Bangsa Eropa

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia . Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab , Persia , India , dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (*Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien*) atau “Hindia Timur” *(Oost

Indie, East Indies , Indes Orientales)* . Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (*Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel Malais*).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah *Nederlandsch- Indie* (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah *To-Indo* (Hindia Timur).

Berbagai Usulan Nama

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde*, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin *insula* berar pulau).

Tetapi rupanya nama *Insulinde* ini kurang populer. Bagi orang Bandung , *Insulinde* mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950),yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “ India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya.

Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari *Jawadwipa*( Pulau Jawa).

Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, *”Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” *(Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis.

Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern.

Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia . Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, “Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia”  (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel *On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations*. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (*a distinctive name*), sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: *Indunesia*atau *Malayunesia* (*nesos* dalam bahasa Yunani berarti Pulau).

Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: *… the inhabitants of the Indian Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.*

Earl sendiri menyatakan memilih nama “Malayunesia” (Kepulauan Melayu) daripada “Indunesia” (Kepulauan Hindia), sebab “Malayunesia” sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan “Indunesia” bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah “Malayunesia” dan tidak memakai istilah “Indunesia”. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel “The Ethnology of the Indian Archipelago”.  Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanahair kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan.

Logan memungut nama “Indunesia” yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan : “Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago”. Ketika mengusulkan nama “ Indonesia ” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “ Indonesia ” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku “Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel” sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880.

Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam *Encyclopedie van Nederlandsch-Indie*tahun 1918.

Padahal Bastian mengambil istilah “ Indonesia ” itu dari tulisan-tulisan Logan. Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “ Indonesia ” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “Indonesische Pers-bureau”.

Masa Kebangkitan Nasional

Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama “ Indonesia ” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “ Indonesia ” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa “Handels Hoogeschool” (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam , organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama “Indische Vereeniging” ) berubah nama menjadi “Indonesische Vereeniging” atau Perhimpoenan Indonesia . Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (“de toekomstige vrije Indonesische staat”) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli.

Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (“een politiek doel”), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (“Indonesier”) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya. “ Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan “Indonesische Studie Club” pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 “Jong Islamieten Bond”  membentuk kepanduan “Nationaal Indonesische Padvinderij” (Natipij).

Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “ Indonesia ”. Akhirnya nama “ Indonesia ” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota “Volksraad” (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo, mengajukan mosi ke Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”.

Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah. Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah NKRI.

Source: http://islamthis.wordpress.com

READ MORE ... Monggo di-Klik

Silaturahmi Anis Matta bersama Ratusan Kiai di Semarang

 

Hari Jum’at lalu (5 April 2013) ada kabar gembira dari Senayan bahwa PKS berhasil menggolkan usulan penghapusan pasal Pancasila sebagai Azas Tunggal dalam RUU Ormas yang akan disahkan 12 April nanti. Inilah berita yang sangat menggembirakan ummat Islam khusunya bagi semua Ormas Islam.

Takbir!!!     Allaahu Akbar … Allaahu Akbar … Allaahu Akbar walillaahi l hamd.

Berita gembira yang kedua adalah PKS kini telah memasuki fase baru dalam perjalanan politik dan mulai menjalin silaturahmi dengan para kyai kampung. Alhamdulillah – Inilah berita yang mengharukan dan sangat membahagiakan karena mulai dekatnya kita dengan para ulama yang bersahaja, waro’ dan tawadhu’ jauh dari hingar bingar duniawi dan pencitraan palsu.

  1. Politik pada hakikatnya adalah Ilmu Mengelola Manusia (Managing people) melibatkan Seni  dan Game, ada ketegangan namun tidak bahaya. Itulah Nature Politic dan sifat manusia selalu ingin menjauhi hal berbahaya.  sayangnya,
  2. dalam perjalanan, politik yang alami ini berubah dipahami menjadi sebatas perebutan kekuasaan, tegang dan berbahaya. Ini menjadi masalah besar kita.

Demokrasi Barat mengajarkan Politik itu untuk meraih kekuasaan, maka seringkali sejarah berulang orang-orang culas mencapai puncak kekuasaan. Sementara dalam Islam  – Kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan.

Maka demikianlah adanya, Nature Politik ini akan menjadi  relevan bagi PKS ketika PKS mulai diterima secara formal di kalangan pesantren salaf, ulama yang sebenar-benarnya ulama dan semoga terus dapat memenangkan hati ummat.  Berikut ini beritanya. 

Sumber : PKS Piyungan, Jumat, 05 April 2013

SEMARANG - Tekad Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk mengubah mitos Jawa Tengah sebagai basis merah dalam pilgub dan pileg tidak bisa dianggap remeh. Hal itu ditunjukkan oleh partai dakwah ini saat Kamis (4/4/13) PKS mengumpulkan kiai kampung.

Dalam acara yang dikemas dalam silaturrahmi itu, setidaknya 150 kiai kampung hadir dalam silaturrahmi di Pondok Pesantren Poncol Desa Popongan Kec Bringin, Kabupaten Semarang pimpinan KH Nurkholis.

Sementara dari PKS tampak Presiden PKS Anis Matta, Sekjen DPP PKS Taufik Ridho, Ketua Bidang Pembinaan Ummat Raihan Iskandar, Ketua Wilda Jateng, Jatim, DIY Cahyadi Takariawan. Juga ikut dalam rombongan anggota DPR RI dari Fraksi PKS seperti Fahri Hamzah, Andi Rahmat, Zuber Safawi, da juga Ketua DPW PKS Jateng Abdul Fikri Faqih.

Anis Matta menyatakan bahwa kedatangannyake Ponpes Poncol adalah dalam rangka silaturrahmi dan ta'aruf. "Kita akan melakukan silaturrahmi dan ta'aruf ke seluruh daerah. Kebetulan kita mulai dari Jawa Tengah," paparnya.

Langkah kita juga dalam rangka minta tausiyah kiai dan ulama. "Tapi kalau dapat suara, itu adalah bonus," candanya yang disambut tawa hadirin.

Lebih lanjut Anis bercerita kalau dirinya adalah jebolan pesantren selama 6 tahun. Dimana pesantren ternyata bisa melahirkan tokoh-tokoh besar. "Saya dengar Gus Dur pernah mondok disini," ujarnya.

Dalam kesempatan ini Kyai Thohir, salah satu Kiai yang datang dalam acara tersebut berpesan agar PKS dapat memberi warna politik nasional yang Islami.

"Kita ingin politik nasional menjadi politik yang Islami dengan adanya PKS," tandasnya.

Silaturrahmi PKS dengan para kiai kampung ini pun berlangsung gayeng. Selain tuan rumah pimpinan Ponpes Ponnco KH Nurkholis, para kiai kampung yang hadir antara lain KH Fatkhurrohman, KH Tohir, KH.Syaifudin, KH.Muslim Saleh, KH.Hasyim Asari, KH.Muh Mughni, KH.Damroji, KH.Abdul Hamid, KH.Rifai.

Beberapa tokoh teras partai Islam selain PKS juga turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka diakui KH Nurkholis sebagai alumni Ponpesnya. "Gambar berbeda-beda tidak apa-apa, yang penting sama-sama Islam,"ungkap Nurkholis.

READ MORE ... Monggo di-Klik

Azas Musyawarah versus Democracy Crazy

 

Sistem Demokrasi telah menenggelamkan ke-Indonesiaan kita, tidak lagi ada tokoh nasional yang kuat dan menjadi panutan semua lapisan masyarakat (lintas partai dan non-partai), mereka digantikan oleh tokoh politik yang dikampanyekan 5 tahun sekali. Pamor mereka telah dirampas oleh tokoh-tokoh politik yang lahir dari partai dan citra politik  dibesarkan oleh media massa yang lacur dan idealisme pers bisa dibeli dengan uang. Politik Indonesia saat ini sangat beraroma UANG (baik dalam rekruitmen maupun berapa besar kontribusi (uang) setelah lolos masuk DPR dan pemerintahan). 

Koruptor besar, komprador zionist, antek asing dan pengkhianat bangsa bisa dicitrakan sebagai politikus bersih dengan kekuatan uang dan media massa. Semua tokoh politik adalah tokoh Partisan dibesarkan oleh partai dan dengan kekuatan uang partai baru bisa dijadikan kuda Troya oleh para kapitalis laknat.

Tidak diragukan lagi Democrazy (Democracy Crazy) sudah menjadi mainstream dunia. Demokrasi sudah sangat melewati batas dan telah mematikan nilai-nliai sosial lokal, etika moral dan nilai-nilai agama. Demikian juga demokrasi yang diekspor dari alam pemikiran dunia Barat ini telah mencengkeram kuat sistem politik di Indonesia. 

Secara konstitusional sebenarnya NKRI adalah negara yang berlandaskan syariat Islam, melalui kesepakatan para ulama dengan kaum nasionalis dalam persiapan kemerdekaan pada waktu itu telah terbentuk Piagam Jakarta. Namun dalam perjalanannya kaum nasionalis sekuler menghianati kesepakatan tersebut. Salah satunya ialah bentuk negara yang secara kontitusi disebutkan bahwa Indonesia adalah negara musyawarah yang tercantum dalam sila ke-4, namun oleh rezim yang berkuasa sejak awal kemerdekaan hingga hari ini diselewengkan menjadi negara demokrasi. Akibatnya selama puluhan tahun rakyat dicekoki dengan pemahaman demokrasi, sistem kufur dari bangsa barat. Dan tidak sedikit pula yang akhirnya tersesatkan dengan menyamakan bahwa demokrasi adalah musyawarah itu sendiri. Demikian penjelasan Habib Rizieq dalam ceramahnya tentang NKRI Bersyariah beberapa waktu lalu di Bojong Gede Bogor.

“Musyawarah itu beda dengan demokrasi. Musyawarah itu ajaran Islam, perintah Allah Swt sedangkan demokrasi itu sistem batil, sistem kufur dari orang-orang kafir yang haram untuk diikuti,” ujar Habib. Sementara dalam sistem demokrasi, ide sinting dan kegilaan melebihi hewan seperti Gay dan Lesbian bisa masuk UU perkawinan jika mendapatkan suara mayoritas di parlemen.

“Dalam musyawarah segala apa yang sudah ada ketetapan hukum dari Allah dan Rasul-Nya itu tidak boleh dirubah, yang di musyawarahkan hanya teknisnya saja. Contohnya seperti minuman keras, hukumnya sudah haram tidak boleh diganti lagi. Namun berbeda dengan demokrasi, dengan suara terbanyak minuman keras menjadi boleh, contohnya seperti Kepres No 3/thn 1997 tentang bolehnya miras beredar di masyarakat dengan kadar dibawah 5%,” papar ketua umum FPI ini.

Tentang hukumnya demokrasi, secara tegas Habib Rizieq juga mengatakan bahwa demokrasi itu haram dan lebih bahaya dari babi. “Demokrasi lebih bahaya dari babi. Jika kita colek babi itu terkena najis mugholadoh, dan jika dibersihkan 7 kali maka kembali suci. Jika dimakan dagingnya kita akan berdosa namun tidak jatuh kafir. Namun jika demokrasi dibenak kaum muslimin maka dia ridho hukum Allah dipermainkan, maka dia bisa murtad keluar dari islam. Demokrasi bisa memurtadkan kita,” tegas Habib.

“Maka dari itu mulai saat ini, buang jauh-jauh dari pikiran kita bahwa Indonesia negara demokrasi, ganti dengan bahwa negara Indonesia adalah negara musyawarah. Itulah yang sesuai dengan landasan konstitusional dan cita-cita para pendiri bangsa ini,” pesannya.

READ MORE ... Monggo di-Klik
Word of the Day

Article of the Day

This Day in History
Sanden Yogyakarta Jakarta Slideshow: Yusuf’s trip from Jakarta, Java, Indonesia to Yogyakarta was created by TripAdvisor. See another Yogyakarta slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.
Free Backlinks Online Users

Google Translate

Add to Google
Translate to 32 LANGUAGES
Jpn
Indonesia

Sayangi Kendaraan Anda
ASURANSI MOBIL SHARIAH
contact :
yusuf.edyempi@yahoo.com
SMS......:...0815 8525 9555

.

Statistic

danke herzlich für besuch

free counters

SEO for your blog

sitemap for blog blogger web website
Webmaster Toolkit - free webmaster tools
Google PageRank Checker

Recent flag visits


bloguez.com

STAGE OF MODERN CIVILIZATION SOME GREATEST ACHIEVERS OR THE ONES HISTORY WOULD REMEMBER SOME WAY - CAN YOU TRACK THEM BY NAME?