Tidak diragukan lagi Democrazy (Democracy Crazy) sudah menjadi mainstream dunia. Demokrasi sudah sangat melewati batas dan telah mematikan nilai-nliai sosial lokal, etika moral dan nilai-nilai agama. Demikian juga demokrasi yang diekspor dari alam pemikiran dunia Barat ini telah mencengkeram kuat sistem politik di Indonesia. Dalam sistem ini ide sinting dan kegilaan yang melebihi perilaku hewan seperti Gay dan Lesbian bisa masuk UU perkawinan jika mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen.
Democrazy Partisan
Demokrasi telah menenggelamkan ke-Indonesiaan kita, tidak ada lagi tokoh nasional yang kuat dan menjadi panutan semua lapisan masyarakat (lintas partai dan non-partai). Pamor mereka telah dirampas oleh tokoh-tokoh politik yang lahir dari partai dan citra politik dibesarkan oleh media massa yang lacur dan idealisme pers bisa dibeli dengan uang. Politik Indonesia saat ini sangat beraroma UANG (baik dalam rekruitmen maupun berapa besar kontribusi (uang) setelah lolos masuk DPR dan pemerintahan). Semua tokoh politik adalah tokoh Partisan yang dibesarkan oleh partai.
Demokrasi Indonesia saat ini adalah demokrasi Liberal dan mencoba mengidentifikasi dengan demokrasi Amerika yang penguasa politik sebenarnya adalah lobby Yahudi (jaringan konglomerat Yahudi). Para konglomerat Indonesia saat ini bisa membeli politikus Senayan, atau bahkan mereka sendiri yang menahkodai partai besar. Jika Indonesia dikuasai oleh tikus-tikus politik dan dikendalikan oleh para saudagar maka yang berlaku adalah pemerintahan Indonesia dikelola Manajemen Dagang – mengikut mainstream kapitalisme global. Dan secara politik dan ekonomi RI hidup disela-sela ketiak Paman Sam.
Bagi mereka subsidi untuk rakyat miskin sangat merongrong devisa negara, merugikan keuangan negara dan sebisa mungkin dihapuskan. Maka tidak aneh jika KRL Ekonomi angkutan murah untuk rakyat urban, menurut rencana, akan sepenuhnya dilenyapkan dari Jabodetabek mulai Juli 2013 mendatang.
Democrazy dan HAM Ultra Modern
Pendiri Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Soegeng Sarjadi mengatakan, saat ini Indonesia sudah memasuki politik ultramodern. Demokrasi telah menjadi ANAK HARAM. Kapitalisme dan Liberalisme pun sudah selayaknya kita menolaknya. Jika dikatakan kedaulatan dari rakyat dan untuk rakyat. Faktanya rakyat yang mana yang menikmati kemenangan politik kecuali hanya segelintir tiku dan kaum saudagar yang mensponsori dana kampanye atau bahkan para antek pihak asing yang mau menjual negaranya atau pembela HAM Barat.
Salah satu tanda politik ultramodern adalah munculnya anggapan bahwa melarang pernikahan sesama jenis dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Padahal perkawinan sejenis justru membuat manusia lebih rendah daripada binatang,” ujar Soegeng dalam Seri Kuliah Umum Soegeng Sarjadi Syndicate di Jakarta, Rabu (27/03/2013) seperti dilansir hidayatullah.com.
Kucing jantan, kata Soegeng, dicampurkan dengan kucing jantan saja berkelahi. Jadi, Soegeng pun menganggap tuntutan HAM ini sudah berlebihan.
Dia mencontohkan, upaya George W. Bush saat melarang perkawinan sesama jenis di Amerika Serikat telah dianggap melanggar HAM. Menurutnya, hal tersebut bentuk politik ultramodern yang kebablasan.
“Jangan sampai Indonesia seperti itu,” terangnya.
Saat ini, ujar Soegeng, uang merupakan penggerak politik utama. “Dulu ada istilah sugih tanpo bondo, nglurug tanpo bolo. Namun sekarang tidak mungkin sugih tanpo bondo (baca: kaya tanpa harta),” ujarnya, diberitakan Waspada. Ini juga merupakan salah satu ciri politik ultramodern di Indonesia.
Politik ultramodern, kata Soegeng, juga terlihat dari banyaknya pengusaha yang membeli partai politik. Padahal seharusnya berpolitik itu membawa amanat yang lebih baik, bukan hanya untuk mencapai kekuasaan.
READ MORE ... Monggo di-Klik