KUHP itu dibuat pada 1830 dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan KUHP secara nasional di Indonesia pada TAHUN 1918 hingga sekarang. Namun ketentuan tersebut direvisi dalam Rancangan KUHP. Lalu sebenarnya kemerdekaan seperti apakah yang dicita-citakan oleh kita semua, termasuk yang mengklaim sebagai “Founding Father” dan penguasa otoriter Sukarno dan Suharto. Alangkah naifnya jiwa dan mental inlander kita karena hingga saat ini kita masih setia dan rela mewarisi sistem hukum yang dibuat sang Penjajah hampir 200 tahun yang lalu. Alangkah hebatnya bekas majikan kita ini, seakan sebuah kesalahan bahwa kita telah mengkhianati mereka dengan memerdekakan diri.
Indonesia dinyatakan merdeka, tetapi seperti kemerdekaan setengah hati, karena warisan hukum penjajah kita lestarikan dan setiap produk hukum baru mengacu pada KUHP. Dimanakah kakikat kemerdekaan sejati jika kita masih tersandera dengan rasa hormat kepada para meneer Belanda (warisan hukum), dan kini majikan baru yang lebih besar – Paman SAM – datang, dan setiap pintaannya kita isitmewakan.
Sementara sistem hukum yang berlaku saat ini sudah bermetamorfose sedemikian rupa sehingga Negara ini berubah menjadi negara mafia. Hukum hanya keras dan kejam ke rakyat kecil. Pejabat dan tokoh yang secara sangat jelas kriminal bisa melenggang dan kebal hukum. Warisan hukum yang bertentangan dengan nilai moral dan sosial juga tetap terpelihara selama lebih dari seabad.
Salah satu contoh kecil tentang hukum kita. Belanda tidak memidana pasangan kumpul kebo tercermin dalam KUHP yang berlaku hingga saat ini. Namun ketentuan tersebut direvisi dalam Rancangan KUHP. Pasal 485 Rancangan KUHP menyebutkan Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak Rp 30 juta.
Dan ini opini hukum seorang ahli hukum yang bebas moral,
Pakar hukum pidana Prof Dr Andi Hamzah menilai mempidanakan pelaku kumpul kebo tidak selaras dengan hukum adat bangsa Indonesia. Di beberapa daerah, kumpul kebo ditolerir dan mereka bisa memisahkan diri dari Indonesia apabila RUU KUHP disahkan.
Mereka ngotot memasukan kumpul kebo di hukum. Kita ini di Indonesia, di Manado ada yang namanya bakupiara, itu tidak dilarang (tapi) tidak dibolehkan. Jadi kalau terjadi dibiarkan saja," kata Hamzah di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (http://news.detik.com 23/3/2013).
Hamzah membeberkan ada tiga daerah di Indonesia yang memperbolehkan kumpul kebo yaitu Bali, Mentawai, dan Minahasa. Bila pasal ini diterapkan, Hamzah mengkhawatirkan terjadinya intervensi adat yang mengarah pada tindakan pemisahan diri dari NKRI. Sungguh teramat berbahaya ahli hukum kita ini karena opini hukumnya sangat menyesatkan. Begitu mudahnya mengobarkan ancaman disintegrasi NKRI ketika kita memulai asa untuk memperbaiki moral anak-anak kita
Penegakan etika dan moral anak bangsa di ranah hukum, disabot dengan ancaman potensi disintegrasi NKRI. Seolah NKRI harga mati, sementara ketika majikan besar kita menginginkan Timor-Timur melepaskan diri dari NKRI, sama sekali tidak ada pembelaan yang sungguh-sungguh. Kemana mereka selama ini? Dasar antek-antek asing!
Sekali lagi saya ulangi menegakkan moral anak-anak kita dihadapkan ancaman ini :
Ada 3 daerah di Indonesia mentolerir kumpul kebo, jadi kalau ada pasal ini bisa banyak daerah mungkin memisahkan diri. …," ujar Hamzah. Tetapi benarkah Bali akan memisahkan diri karena usulan RUU Anti Kumpul Kebo (Perzinahan)?
Budayawan dan wartawan senior di Kompas Arswendo Atmowiloto, dalam sebuah acara debat di TV One, menyebutkan kumpul kebo tidak perlu diatur-atur dalam Undang-undang. Arswendo mengatakan, kalaupun ada sanksi di masyarakat jika terjadi kumpul kebo, itu sudah lebih dari cukup, ketimbang pidana. “Kok diatur-atur, kurang kerjaan saja. Nanti onani pun diatur,” ujarnya cengengesan meledek.
Musthofa B. Nahrawardaya dari Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) menanggapi opini konyol Arswendo dengan menyebut sebuah petuah di Bali tahun 1800-an :
“Seseorang yang belum sah bersuami dan beristri tak boleh melakukan kumpul kebo. Adapun sanksinya, masih petuah Bali, kalau suami melaut istri tidak boleh selingkuh, nanti kena bencana. Ini bukan dari Islam lho, tapi dari Bali yang Hindu.”
0 komentar dan respon:
Posting Komentar