Negara Mana Paling Siap Perang Cyber?
BAGIAN I BAGIAN II BAGIAN III
Mayor Jenderal Hassan Tehrani Moghaddam (REUTERS/Jamejam Online/Ebrahim Norouzi)
Bisakah Anda bayangkan jika serangan Cyber berupa virus komputer mampu mengubah formula kimia instalasi penjernihan air untuk jutaan penduduk, merusak kestabilan instalasi nuklir dengan memperlambat atau mempercepat motor penggerak atau bahkan membuat berputar jauh diatas kecepatan maksimum sehingga menghancurkan sentrifuse reaktor nuklir.
“Jika Anda punya beberapa orang pintar dan komputer bagus, Anda bisa melakukan banyak hal. Anda tidak perlu pesawat, tank, pasukan tentara. Anda bisa memasuki negara lain, menciptakan kerusakan besar tanpa perlu meninggalkan kursi empuk Anda” Komentar Alon Ben David, analis militer Channel 10 Israel.
Dalam scope Indonesia, sudah sering terjadi Cyber Crime, biasanya yang disasar institusi perbankan atau institusi finansial lain. Pada tahun 1998, misalnya Hacker mampu mengubah laman situs KPU dari warnet di Sleman Yogyakarta. Motifnya ‘mempermalukan’ dan tidak sampai membahayakan. Bagaimana Cyber War dalam scope dunia?
------------------------
Dikutip dari VIVAnews - Sabtu, 12 November 2011, M. Firman.
Sebuah ledakan dahsyat terdengar di pangkalan misil Alghadir, Bid Ganeh, sebelah barat Tehran. Guncangan terasa hingga 30 mil dan membunuh 17 pasukan elit Iran, termasuk Mayor Jenderal Hassan Tehrani Moghaddam, arsitek program misil Iran. Meskipun belum diinvestigasi, segera Iran menegaskan bahwa ledakan itu bukan akibat sabotase. “Kasus ini murni kecelakaan, saat petugas tengah memindahkan amunisi. Tidak ada kaitan dengan Israel ataupun Amerika Serikat” kata Mayor Jenderal Hassan Firouzabadi, kepala staf militer Iran.
Dunia tahu, itulah satu contoh yang menunjukkan betapa Cyber War bukan lagi dongeng fiksi, tapi telah menjadi bagian nyata dari percaturan dunia. Cyber war telah ada di halaman depan rumah kita dan menjadi ancaman yang nyata. Inilah fakta nyata serangan terbesar Cyber War terhadap dunia Islam. Iran kerap menjadi TARGET serangan cyber Israel -- DIdukung penuh AS -- khususnya terkait upaya Iran memperkaya uranium, salah satu komponen utama nuklir.
Bukti lain adalah serangan Malware Stuxnet pada instalasi pengayaan nuklir di Natanz, Iran tahun 2009. Stuxnet mampu menyusup masuk dan menyabot sistem dengan cara memperlambat atau mempercepat motor penggerak, bahkan membuatnya berputar jauh di atas kecepatan maksimum Kecepatan yang bisa menghancurkan sentrifuse sehingga tidak dapat memproduksi bahan bakar Uranium. Malware Stuxnet diakui sebagai serangan paling cerdas, paling canggih dan paling hebat yang pernah dibuat manusia. Pengakuan datang dari kalangan industri aplikasi pengamanan terkemuka dunia seperti Symantec (USA), Kaspersky (Rusia) dan F-Secure (Finlandia).
Serangan ini bisa dilakukan hanya dengan dukungan negara tertentu. Ini karena Stuxnet sangat canggih, terdiri program2 komputer kompleks yang pembuatannya memerlukan beragam spesialisasi dan dana sangat besar. Tidak banyak pihak yang mampu melancarkan serangan seperti ini. Para pakar Symantec memperkirakan pengerjaan Stuxnet membutuhkan tenaga 5 hingga 30 orang dalam waktu 6 bulan. Selain itu, dibutuhkan pengetahuan sistem kontrol industri dan akses ke sistem itu untuk pengujian kualitasnya. Ini mengindikaskan bahwa Stuxnet adalah proyek sangat terorganisir dan di-backup dana besar.
Liam O’Murchu, peneliti Symantec Security Response mengatakan:
“Kami benar-benar belum pernah melihat worm seperti ini sebelumnya. … Fakta bahwa worm ini dapat mengontrol cara kerja mesin fisik tentu sangat mengkhawatirkan.”
Stuxnet merupakan serangan siber terarah yang ditujukan untuk menghancurkan proses industri di dunia nyata. Banyak pakar keamanan sepakat: Israel dan Amerika Serikat terlibat dalam serangan maya itu.
Dan benar saja!!!
Februari 2011, Daily Telegraph, memberitakan dalam sebuah upacara perpisahan di Israel Defense Forces (IDF), Gabi Ashkenazi, sang mantan kepala staf IDF, mengatakan Stuxnet merupakan keberhasilan utama dia saat memimpin lembaga itu.
Mei 2011, Need To Know, sebuah program mingguan stasiun TV PBS, USA, menayangkan statemen Gary Samore, Koordinator White-House untuk Pengendalian Senjata Pemusnah Massal.
“Kami gembira, mereka (Iran) mengalami masalah dengan mesin sentrifuse mereka dan kami – US dan sekutunya – akan melakukan apapun yang kami bisa untuk memastikan mereka menghadapi masalah yang lebih rumit,”
Matra ke-5
Dunia Cyber kini menjadi matra perang ke-5 --selain darat, laut, udara, dan angkasa luar. Inovasi dan kemajuan teknologi elektromagnetik, teknologi komunikasi dan informasi telah mengubah taktik dalam konflik modern. Dunia maya pun menjadi medan perang terbaru. Banyak perangkat mutakhir dibuat untuk keperluan ini. pertempuran elektronik telah tercipta dan membuat banyak negara melihat perang dunia CYBER sebagai ancaman terbesar dimasa depan.
Dalam laporan eksklusif harian Le Monde, jurnalis Nicky Hager berhasil menguak keberadaan instalasi Urim milik Unit 8200, Israel. yang merupakan salah satu instalasi pengintaian terbesar di dunia, setara dengan instalasi milik USA di Menwith Hill, Yorkshire, Inggris. Instalasi yang dibangun sejak satu dekade yang lalu itu awalnya hanya bertugas memonitor percakapan internasional jaringan satelit Intelsat dan stasiun relay telepon antar negara besar. Tapi juga mengawasi percakapan via satelit Inmarsat, menyadap kabel-kabel bawah laut.
Menurut sumber orang dalam, komputer di instalasi Negev, Israel, diprogram untuk dapat memilah kata serta berbagai pesan telepon, email dan data yang diintersep. Pesan yang berhasil disadap dikirim ke HQ Unit 8200 di Camp Glilot, kota Herzliya, utara Tel Aviv. Di tempat ini pesan berbagai bahasa diterjemahkan dan diteruskan ke agen Mossad di negara2 lain maupun berbagai badan yang berkepentingan.
Unit 8200 adalah kekuatan elite siber Israel yang terobsesi memiliki kekuatan siber handal sejak 1990an. Saat itu hacker2 Israel cuma disodori 2 pilihan: Penjara atau bergabung ke The Unit. Hasilnya tidak main-main. Sebuah konsultan di AS memperhitungkan The Unit sebagai satu ancaman siber terbesar dunia, di samping China, Rusia, Iran, dan Perancis. Stuxnet salah satu buktinya.
Angkatan Perang Cyber
Kekuatan angkatan perang siber ditentukan oleh kemampuan : serangan, pertahanan dan ketergantungan negara pada Internet. Dalam buku “Cyber War” pakar keamanan komputer AS dan profesor Univ. Harvard, Richard A. Clarke dan Robert A. Knake memetakan kekuatan negara2 dalam menghadapi perang siber.
USA meski punya kemampuan serangan yang baik, tetapi tidak punya kemampuan memutuskan jaringan Internet saat diserang, karena bagian terbesar jaringannya dimiliki dan dioperasikan swasta. Sebaliknya, China memiliki kemampuan memutus seluruh jaringan Internet bila suatu saat diserang. China juga mampu membatasi utilisasi trafik, dengan memutus koneksi para user yang tidak terlalu berkepentingan.
Negara paling mampu bertahan jika terjadi Cyber War, menurut Clarke, adalah Korea Utara. Korea Utara tidak akan mengalami kerugian akibat serangan Cyber. Tidak ada infrastruktur kritikal sebab tak ada pembangkit listrik, jalur KA, atau jalur pipa yang tersambung ke Internet.
Bagaimana dengan Indonesia?
M. Salahuddien, Wakil Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure known (Id-SIRTII) menyebutkan, perang siber bukan hal baru dan telah mewarnai tensi politik dalam hubungan Indonesia dengan negara lain. Indonesia mulai terlibat perang siber satu dekade lalu -- mulai dari perang siber dengan Portugal tahun 1999, Australia, hingga cyberwar dengan Malaysia beberapa tahun terakhir.
Menurut senior kelompok hacker Antihackerlink, Arief Wicaksono, skill aktivis siber Indonesia belum handal. Masalahnya, daya peretas suatu negara sangat dipengaruhi kualitas infrastruktur Internet dan tarif.
Dari sisi kuantitas banyak insiden berasal dari Indonesia. Dari sisi kualitas, skill hacker Indonesia kurang optimal” kata Arief, kini menjadi koordinator Research and Development Antihackerlink. Menurutnya perang siber Indonesia di level serangan defacing (mengubah tampilan) halaman web. Serangan ini hanya untuk mempermalukan dan tidak membahayakan.
Seiring pertumbuhan Internet yang begitu cepat, dia percaya akan lebih banyak lagi infrastruktur strategis dan layanan publik yang semakin bergantung pada sistem informasi, teknologi dan jaringan Internet, sehingga rentan terhadap serangan siber.
Menurut Salahuddien, pelanggan Internet reguler Indonesia 60 juta. Sekitar 90 juta ponsel terakses Internet. Dalam 2 tahun, diperkirakan user Internet 150 juta. Jika sudah begitu, ancaman perang informasi dan serangan cyber semakin meningkat dan menjadi medan tempur utama.”
----------------------------------