MEMAKNAI IMAN
Beriman (belief of Allah SWT) adalah meyakini berdasar pemahaman akal dan merupakan proses keyakinan yang menggunakan potensi kecerdasan. Artinya, jika orang menggunakan akal dalam meraih keimanan, atas izin Allah akan menemukan iman yang berakar kuat menghujam sanubari dan berimbas pada kehidupan sehari-hari berupa beribadah ikhlas dan dengan senang hati. Bahkan memunculkan kerinduan mendalam untuk selalu mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Akalnya pun digunakan untuk selalu mempertajam iman.
Sebaliknya, jika akalnya ditinggalkan dalam mencari keyakinan iman, maka tidak akan pernah menemukan keimanan yang benar. Bahkan Allah murka kepada orang yang tidak menggunakan akal dalam proses mencapai keimanan. Dia ikuti keyakinan nenek moyangnya, keyakinan sesat atau sinkretism (keyakinan yang bercampur aduk).
“Dan jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan dimintai pertanggung-jawaban“ Al-Qur’an Surah Al-Israa’ (17) : 36
“Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah dan Allah (akan) menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” Al-Qur’an Surah Yunus (10) : 100
“... maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal (yaitu) orang-orang yang beriman...” QS. Ath-Thalaq (65) : 10
“Dan kebanyakan mereka tak mengikuti kecuali (dengan) persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu sedikit pun tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” Al-Qur’an Surah Yunus (10) : 36
Ketika menyatakan yakin pada rukun iman, maka harus menggunakan akal untuk memahami secara mendalam tentang Allah, Malaikat, Nabi dan Rasul, Kitab suci, Qiyamat dan Takdir (Qodho & Qodar). Jika hanya sekadar percaya saja tanpa keyakinan maka dia tidak ada iman. Maka tidak heran banyak yang mengaku beriman tetapi tidak menindaklanjuti keimanannya karena tak benar-benar yakin akan Allah dengan sifat-sifat keagungan-Nya dan segala konsekuensinya atau hanya menjalaninya berdasar persangkaan saja atau hanya ikut-ikutan karena tanpa ilmu.
MEMAKNAI ISTIQOMAH
Nabi bersabda: “Kamu sekalian harus teguh dan istiqomah. Ketahuilah sesungguhnya tidak ada yang selamat diantara kamu sekalian disebabkan amalnya.” (hanya mengandalkan amal) Sahabat bertanya, “Apakah termasuk Rasul?” Dijawab, “Ya. Tapi Allah telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya.” (HR Muslim). Untuk mendapat rahmat dan anugerah-Nya, hati yang beriman lurus (hanif) harus teguh dan istiqomah dalam i’tiqod (akidah atau keyakinan tentang Allah) dan tidak mengandalkan amal.
Arti Istiqomah dalam bahasa adalah Menetap pada satu titik dan tidak bergeser sedikitpun dari titik itu. Dalam istilah agama berarti “Orang yang bersikap teguh dalam pendirian dan kokoh memegang prinsip.”
Menurut Abu Bakr ash-Shiddiq, Istiqomah adalah “Upaya memurnikan tauhid kepada Allah dgn tidak menyekutu-kan Allah, baik kepada manusia maupun benda.” Menurut Umar bin Khattab, Istiqomah adalah “Teguh dan taat kepada segala perintah dan larangan Allah, serta tidak punya niat sedikitpun untuk berubah.”
Saat hati yang beriman diikuti dengan istiqomah maka pemiliknya meraih 1) ketentraman hati (Ithmi’nan) meski banyak menghadapi kesulitan hidup 2) keberanian (Syaja’ah) menegakkan kalimat Allah (QS Al-Ahqaaf (46) : 13) 3) memiliki semangat optimisme(Tafa’ul /Raja’ah) menghadapi kehidupan dan dalam beribadah. Sebab ia yakin bahwa setiap kebahagiaan dan kesusahan semuanya tak lepas dari kehendak Allah. (QS Al-Hadid (57) 22-23). 4) tidak takut dan tidak pula bersedih hati “Laa Takhof wa la Tahzan.” Dalam prakteknya, ia tidak takut terhadap kehidupan sesudah mati dan tidak pula bersedih terhadap kesusahan yang dialami (di dunia).
MEMAKNAI TAWAKKAL
Hidup tidak lepas dari musibah, kesenangan, kesedihan, keguncangan jiwa, kesempitan, harapan dan 1001 macamnya yang silih berganti. Maka agar selamat melewati semua itu dibutuhkan iman, istiqomah kemudian usaha dengan akal untuk berinisiatif dan membangkitkan semangat optimis (tidak pesimis apalagi fatalis) dan terakhir Tawakkal. Selain berusaha dengan segala ilmu dan ketrampilan, dibutuhkan pula kekuatan batin untuk ketenangan hidup. Sebab batin yang kosong dari nilai-nilai Islam akan dikuasai keinginan dunia yang tidak terpuaskan.
Dalam agama Tawakkal berarti, ”Yakin dan percaya penuh pada pertolongan Allah dan menyerahkan segala hasil perjuangan kepada Allah” Menurut pendapat Imam al-Qusyairi, “Semua gerak-usaha manusia harus selalu diikuti tawakkal di hati” Dalam prakteknya, seseorang harus berkeyakinan bahwa hanya Allah memutuskan segala hasil usaha. Tawakkal adalah buah dari iman, dan tanpa iman tidak mungkin seseorang mampu tawakkal.
Nabi selalu menyiapkan segala hal dan menyusun strategi memenangkan pertempuran. Nabi juga mencari nafkah, melakukan urusan sehari-hari, bekerja keras dan tidak meninggalkan penggunaan sarana dan prasarana. Sangat bertolak belakang dengan trend mencari jalan pintas ke paranormal (dukun), tempat keramat atau usaha supranatural lainnya. Tawakkal tidak bisa dilakukan jika dalam meraih tujuan tidak melakukan langkah yang seharusnya dilakukan.
“Jika kalian sungguh-sungguh bertawakkal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang jauh di pagi hari dengan perut kosong dan balik sore hari dengan perut kenyang.” (HR Tirmidzi dari Umar).
Janji Allah “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberi jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia (Allah) akan mencukupkan (keperluannya).”
Dalam hadits Qudsi: “Kami ada pada persangkaan baik hamba Kami, dan Kami akan menyertainya saat ia ingat Kami.”
MEMAKNAI MATI SYAHID
Setiap yang bernyawa akan menemukan ajalnya dan kematian yang paling elegan dan agung bagi setiap muslim adalah menemukan kesyahidan di akhir hidupnya. Karena sebab kesyahidan yang menjamin dia masuk surganya Allah Ta’ala.
Rasulullah SAW bertanya : “ Siapakah yang kalian anggap mati syahid di kalangan kalian ? Para sahabat menyahut : ”Wahai Rasulullah orang orang yang mati terbunuh dalam peperangan sabilillah itulah orang mati syahid.” Beliau bersabda : “Kalau begitu hanya sedikit orang-orang yang mati syahid dari umatku.” Para sahabat bertanya : ”Lalu siapa (lagi) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda : ”Orang yang terbunuh dalam perang sabilillah adalah syahid, orang yang mati karena wabah penyakit adalah syahid, orang yang mati karena sakit perut adalah syahid dan orang yang mati tenggelam pun adalah syahid.” (H.R Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.)
Rasulullah SAW bersabda : ”Syuhada itu ada lima : Orang yang mati karena wabah, karena sakit perut, mati tenggelam, mati tertimpa reruntuhan bangunan dan mati dalam perang di jalan Allah. (H.R Bukhari & Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.)
- Dari Abul A’war Sa’id bin Zaid bin Amr bin Naufil (salah Satu 10 sahabat yang dipastikan masuk surga) r.a, ia berkata :”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :”Barangsiapa terbunuh dalam mempertahan hartanya, maka ia mati syahid dan barangsiapa terbunuh dalam mempertahankan darahnya (dirinya) maka ia mati syahid, barangsiapa terbunuh dalam mempertahankan agamanya maka ia mati syahid dan barangsiapa terbunuh dalam mempertahankan keluarganya maka ia mati syahid.” (H.R Abu Dawud & Turmudzi)
0 komentar dan respon:
Posting Komentar