Keduanya beserta anakbuahnya adalah orang yang turut memperkuat pasukan Belanda. Pasukan yang mereka pimpin sangat diandalkan karena keberanian dan keahlian berperang. Meskipun Kapten Yonker dan Aru Palaka ini berperang untuk pasukan Belanda namun kehebatan mereka dalam berperang patut mendapat catatan tersendiri.
Akhir hidup dari Kapten Yonker ini sebagai pendukung Belanda yang setia dan banyak jasanya cukup mengenaskan, dikhianati oleh bangsa Belanda yang dibela dengan nyawa. Sentot Alibasya masih lebih beruntung yang hanya di istirahatkan dengan mewah di Bengkulu.
Ekspedisi Pertama Perang di Minangkabau
Jacob Gruys pada bulan April 1666 dengan 200 pasukan Belanda dan pasukan-pasukan pembantunya menyerang kota Pauh untuk memadamkan pemberontakan rakyat. Serangan itu berakhir tragis bagi Belanda, hanya 70 serdadu yang kembali hidup-hidup, Jacob Gruys sendiri juga tewas, begitu pula 2 kapten dan 5 letnan.
Kekalahan tragis Jacob Gruys ini membuat Belanda kehilangan muka dan orang-orang Minang mulai memandang rendah Belanda serta melanggar kesepakatan dagang yang telah dibuat. Keadaan ini harus segera diatasi, maka pada bulan Agustus 1666 diberangkatkan dari Batavia 300 serdadu Belanda, 130 serdadu Bugis dibawah Aru Palaka dan 100 serdadu Ambon dibawah Kapten Yonker dibawah pimpinan Abraham Verspreet dengan gelar Komandan dan Komisaris.
Kepada Verspreet ditegaskan bahwa dalam setiap formasi tempur, pasukan Bugis pimpinan Aru Palaka dan pasukan Ambon pimpinan Kapten Yonker harus selalu berada didepan pasukan Belanda supaya korban dari pihak Belanda bisa dikurangi.
Setelah konsilidasi di Padang, pasukan Belanda mendapat tambahan sekitar 500 orang dari kota Padang yang ternyata dalam peperangan tidak banyak membantu tetapi cukup gesit dalam melakukan penjarahan setelah peperangan selesai.
Dalam peperangan pertama, korban dipihak Belanda adalah 10 orang tewas dan 20 luka-luka termasuk Aru Palaka dan Kapten Yonker yang terkena 3 buah tusukan tombak. Pasukan Aru Palaka dan Kapten Yonker ini sering kali terpisah dengan pasukan induk disetiap peperangan karena begitu sibuk membantai (biasanya dengan memenggal kepala) dan sulit diperintah untuk tetap dalam barisan.
Kota Ulakan dapat diduduki pada tanggal 28 September dan Aru Palaka mendapat gelar Raja Ulakan. Pada tanggal 30 September, pasukan Belanda sampai di Pariaman, disini Kapten Yonker diangkat sebagai Panglima (rakyat setempat menamakannya Raja Ambon) dan harus diberikan upeti. Tanggal 3 November, ekspedisi itu kembali ke Batavia dengan kemenangan. Aru Palaka dan Kapten Yonker mendapat banyak hadiah dalam bentuk pakaian dan emas serta masing-masing mendapat 20 ringgit untuk setiap tawanan yang dibawa dari Minangkabau.
Kapten Yonker dan Pasukan Ambon
Entah darimana ia mendapat julukan itu. Kapten Yonker adalah orang Islam sejak lahirnya di Pulau Manipa, Ambon dan meninggal di Batavia tahun 1689 saat berusia 50 tahun. Ia anak emas Jenderal Speelman, karirnya memudar paska Speelman mati. Berkat jasa besarnya, ia dihadiahi rantai kalung emas sebagai medali seharga 300 ringgit dan bergaji besar. Tanggal 1 Januari 1665 diangkat sebagai kepala orang-orang Ambon di Batavia.
Pasukan Ambon-nya adalah kesatuan yang terdiri dari orang2 Ambon, tetapi jangan membayangkan sebgai pasukan berseragam dan berbaris menyandang senapan. Mereka ini kelompok tanpa seragam dan tanpa kemampuan baris-berbaris ataupun disiplin seperti pasukan profesional. Bersenjata senapan saja tidak, satu-satunya senjata yang mereka pakai kelewang dan beberapa memakai perisai. Mereka hanya tunduk kepada perintah 1 orang, Kapten Yonker atau dikenal sebagai Kapten Ambon.
Dalam keadaan normal, pasukan ini adalah orang-orang yang baik hati dan menaruh hormat pada orang lain, tetapi bila saat gelap mata lebih baik segera menjauh dari mereka. Saat bertempur mereka laksana harimau kelaparan, tidak takut mati, mata merah, berteriak-teriak dan tidak pandang bulu, siapa pun pasti dipenggal.
Pasukan ini ditempatkan di Kampung Ambon, daerah Jatinegara sedangkan Kapten Yonker sebagai pemimpin pasukan Ambon ini memiliki rumah yang cukup bagus dan tanah yang luas di Marunda dekat Cilincing, tepatnya di daerah Penjonkeran.
Pengalaman perang Kapten Yonker cukup banyak, ia pernah dikirim oleh Belanda ke India dan Sailan, dimana tangan kirinya lumpuh karena tertembak. Kapten Yonker juga dikirim ke Minangkabau tahun 1666 dibawah pimpinan Verspreet dan Poolman. Lalu dikirim ke Makasar, Ternate, Banda, Ambon dan Jawa Timur untuk menangkap Trunojoyo. Pasukannya pernah menjadi pengawal pribadi Susuhunan Mataram. Kapten Yonker beserta pasukan Ambonnya berjasa menangkap Trunojoyo. Pada tahun 1681, Kapten Yonker dikirim ke Palembang - Jambi kemudian ke Banten untuk melawan Sultan Abdul Fatah pada tahun 1682 - 1683.
Akhir Tragis Kapten Yonker
Menjelang tahun 1689, Kapten Yonker dituduh mau merebut kekuasaan Belanda di Batavia. Menurut Van der Chijs yang menulis buku didedikasikan khusus untuk Kapten Yonker, bahwa banyak perwira Belanda tidak menyukai tentara pribumi yang mendapat kedudukan istimewa dan penghargaan tinggi karena keberaniannya di medan perang. Salah satunya Isaac de Saint Martin, perwira yang sangat dengki dan iri hati akan kehebatan Kapten Yonker, setelah Speelman meninggal maka tidak ada lagi orang Belanda yang membela Kapten Yonker.
Kapten Yonker dan pasukannya mengamuk di Batavia di bulan Agustus 1689 karena merasa dikhianati, dihina dan bercampur aduk perasaan kecewa terhadap perlakuan Belanda. Kapten Yonker dituduh ingin membunuh semua Belanda di Batavia karena mereka beragama Kristen. Ini adalah tuduhan yang paling berat di Batavia kala itu yang berarti hukuman mati. Tuduhan tidak masuk akal karena kedudukan Belanda di Batavia saat itu sangat kokoh namun apapun dilakukan untuk sekedar legitimasi dalam menyingkirkan Kapten Yonker.
Kapten Yonker dan pasukan bukan pertamakali ini mengamuk, demikian seringnya mengamuk hingga saat melihat pasukan Belanda datang, ia mengira kedatangannya untuk menenangkan pasukannya seperti biasa. Kali ini ia tidak tahu, Penjongeran dikepung dari 3 jurusan, termasuk kesatuan yang mendarat dari laut. Ia sempat bersendau gurau dengan pasukan Belanda sebelum tiba-tiba ditembak.
Setelah Kapten Yonker tewas, Pasukan Ambonnya berjumlah 130 orang, dibantai danmayatnya dicincang dan yang melarikan diri, terus dikejar dan dimusnahkan dengan hadiah besar bagi siapa yang bisa membunuh bekas pengikutnya. Kepala Kapten Yonker dipancang di pinggir jalan di daerah kota (Nieupoort). Semua keluarganya dan anak-anak Kapten Yonker (kecuali anaknya terkecil dibuang ke Srilanka dan Afrika Selatan. Juru tulis dan pembantunya termasuk yang dibuang. Harta, tanah dan rumah disita dan dibagikan pada pasukan Belanda yang berjasa membunuhnya.
Reference:
Rusli Amran, Sumatera Barat hingga Plakat Panjang, 1981, Cetakan Pertama, Penerbit Sinar Harapan.
Kapitein Jonker, J.A. Van der Chijs, Den Haag, 1885.
Kapten Yonker, Ritter, Majalah Biang Lala; Indisch Leeskabinet, No. 2 tahun 1953.
0 komentar dan respon:
Posting Komentar