Segalanya Demi Islam
Alam pikiran masyarakat Amerika memberi akses kebebasan dalam dalam segala hal. Termasuk penguatan identitas Islam. Dalam masyarakat yang rasional dan kritis inilah ladang subur dakwah Islam. karena Islam bisa diterima akal melalui proses kognitif dan kontemplasi.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tidak banyak orang mengenalnya. Ia adalah Presiden Internasional Union of Muslim Women yang meninggal 6 Maret 2010, dalam kecelakaan mobil di Newport, Tennesse, Amerika Serikat.
Perjalanannya menuju Islam cukup unik. Mulanya, ia seorang gadis jemaat Southern Baptist–gereja Protestan terbesar di AS, feminis radikal dan jurnalis penyiaran. Ia cerdas dan unggul sehingga mendapat beasiswa. Suatu hari terjadi kesalahan kecil pada komputer. Hal itu membawanya pada misi seorang Kristen dan mengubah jalan hidupnya secara keseluruhan.
Tahun 1975 untuk pertamakali komputer dipergunakan untuk proses pra-registrasi kampus. Sebenarnya, ia mendaftar ikut kelas terapi rekreasional, tapi komputer mendata masuk kelas teater. Kelas tidak bisa dibatalkan. Membatalkan juga bukan pilihan, karena sebagai penerima beasiswa nilai F berarti bahaya.
Suaminya menyarankan agar menghadap dosen untuk mencari alternatif kelas pertunjukan. Betapa terkejutnya ia, karena kelas dipenuhi dengan anak-anak Arab 'para penunggang unta'. Tidak sanggup, ia memutuskan tidak masuk kelas lagi. ''Tidak mungkin saya duduk di kelas yang penuh dengan orang kafir!'' ujarnya kala itu.
Suaminya menenangkannya dengan mengatakan mungkin Tuhan punya rencana. Selama 2 hari ia mengurung diri untuk berpikir, hingga akhirnya ia berkesimpulan mungkin itu petunjuk dari Tuhan, agar ia membimbing orang Arab memeluk Kristen. Jadilah ia punya misi yang harus ditunaikan. Di kelas ia terus mendiskusikan ajaran Kristen dengan teman Arab-nya.
''Saya memulai dengan mengatakan bahwa mereka akan dibakar di neraka jika tidak menerima Yesus sebagai penyelamat. Mereka sangat sopan, tapi tidak pindah agama. Saya jelaskan betapa Yesus mencintai dan rela mati di tiang salib untuk menghapus dosa-dosa mereka.''
Namun teman-temannya tidak mau berpaling sehingga ia memutuskan untuk mempelajari al-Qu'ran untuk menunjukkan bahwa Islam agama yang salah dan Muhammad bukan nabi. Ia melakukan penelitian selama satu setengah tahun dan membaca al-Qur’an hingga tamat.
Tanpa disadari perlahan ia berubah menjadi seseorang yang berbeda, dan suaminya memperhatikan hal itu. ''Saya berubah, sedikit, tapi cukup membuat dirinya terusik. Biasanya kami pergi ke bar tiap Jumat dan Sabtu atau ke pesta. Dan saya tidak lagi mau pergi. Saya menjadi lebih pendiam dan menjauh.''
Melihat perubahannya suaminya menyangka ia selingkuh, karena bagi pria itu yang membuat wanita berubah. Puncaknya, ia diminta meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen berbeda. Ia terus mempelajari Islam, sambil tetap menjadi seorang Kristen taat. Hingga akhirnya, hidayah itu datang. Akhirnya pada 21 Mei 1977, jemaat gereja yang taat itu menyatakan, ''Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.''
Perjalanan pasca mengucapkan kalimat syahadat, seperti mualaf lain, bukan perkara mudah. Ia kehilangan semua yang dicintai. Ia kehilangan hampir seluruh teman sebab ia tidak menyenangkan lagi. Ibunya tidak bisa menerima dan berharap itu hanya semangat membara yang akan segera padam. Saudara perempuannya yang ahli jiwa mengiranya gila. Ayahnya yang lemah lembut mengokang senjata dan siap membunuhnya.
Tidak lama kemudian ia pun mengenakan hijab. Pada hari yang sama ia kehilangan pekerjaan.
Lengkap sudah. Ia hidup tanpa ayah, ibu, saudara, teman dan pekerjaan. Dan perceraian pun di depan mata. Di pengadilan ia harus membuat keputusan pahit ; melepaskan Islam dan tidak akan kehilangan hak asuh anak atau tetap memegang Islam dan harus meninggalkan anak. ''Itu adalah 20 menit yang paling menyakitkan dalam hidup saya'' kenangnya.
Bertambah pedih karena dokter memvonisnya tidak lagi bisa memiliki anak akibat komplikasi. ''Saya berdoa melebihi biasanya. Saya tahu, tidak ada tempat yang lebih aman bagi anak saya daripada berada di tangan Allah. Jika saya mengingkari-Nya, maka di masa depan tidak mungkin bagi saya menunjukkan kepada mereka betapa menakjubkannya berada dekat dengan Allah.'' Ia pun memutuskan melepaskan anaknya, sepasang putra-putri kecilnya.
Namun, Allah Maha Pengasih. Ia dianugerahi dengan kata-katanya yang indah sehingga membuat banyak orang tersentuh dengan perilaku Islami-nya. Dia berubah menjadi orang berbeda yang jauh lebih baik. Begitu baiknya sehingga keluarga, teman dan kerabat yang dulu memusuhinya, perlahan mulai menghargai pilihan hidupnya.
Dalam berbagai kesempatan ia mengirimi kartu ucapan untuk mereka, yang ditulisi kalimat-kalimat bijak dari ayat Al-Quran atau hadist, tanpa menyebutkan sumber. Beberapa waktu kemudian ia menuai benih yang ditanam. Orang pertama yang menerima Islam, neneknya yang berusia lebih 100 tahun. Tidak lama setelah masuk Islam neneknya pun meninggal.
''Pada hari ia mengucapkan syahadat, seluruh dosanya diampuni, dan amal-amal baiknya tetap dicatat. Sejenak setelah memeluk Islam ia meninggal dunia, saya tahu buku catatan amalnya berat di sisi kebaikan. Itu membuat saya dipenuhi suka cita!''
Selanjutnya yang menerima Islam adalah orang yang dulu ingin membunuhnya, ayah. Keislaman ayah mengingatkan dirinya pada kisah Umar bin Khattab. Dua tahun setelah Aminah memeluk Islam, ibunya menelepon dan sangat menghargai keyakinannya yang baru. Dan ia berharap Aminah akan tetap memeluknya.
Beberapa tahun kemudian ibunya menelepon lagi dan bertanya apa yang harus dilakukan jika ingin menjadi Muslim. Aminah menjawab bahwa ia harus percaya bahwa hanya ada satu Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya. ''Kalau itu semua orang bodoh juga tahu. Tapi apa yang harus dilakukannya?'' tanya ibunya lagi.
Dikatakan oleh Aminah, bahwa jika ibunya sudah percaya berarti ia sudah Muslim. Ibunya lantas berkata, ''OK, baiklah. Tapi jangan bilang ayahmu dulu,'' pesan ibunya. Ibunya tidak tahu bahwa suaminya (ayah tiri Aminah) menjadi Muslim beberapa pekan sebelumnya. Mereka tinggal bersama selama beberapa tahun tanpa saling mengetahui bahwa pasangannya telah memeluk Islam.
Saudara perempuannya yang dulu berjuang memasukkannya ke rumah sakit jiwa, akhirnya memeluk Islam. Putranya usia 21 tahun pun menelepon sang ibu dan berkata ingin menjadi muslim.
Mantan suaminya juga memeluk Islam 16 tahun setelah bercerai. Katanya, selama 16 tahun ia mengamatinya dan ingin agar putri mereka memeluk agama yang sama seperti ibunya. Pria itu datang menemui dan meminta maaf atas apa yang pernah dilakukan. Ia adalah pria yang sangat baik dan Aminah telah memaafkannya sejak dulu.
Hadiah terbesar adalah apa yang ia terima selanjutnya. Aminah menikah dengan orang lain, dan Allah ternyata menganugerahinya seorang putra yang rupawan. Jika Allah berkehendak memberi rahmat pada seseorang, maka siapa yang bisa mencegah? Maka putranya ia beri nama Barakah.
Ia kini menjadi Presiden Persatuan Wanita Muslim Internasional. Ia berhasil melobi Kantor Pos AS untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional. Pengorbanannya dulu demi mempertahankan Islam seakan sudah terbalas. ''Kita semua pasti mati. Saya yakin bahwa kepedihan yang saya alami mengandung berkah.''
Aminah As-silmi kini telah tiada meninggalkan semua yang dikasihinya. Termasuk putranya yang dirawat di rumah sakit, akibat kecelakaan mobil dalam perjalanan pulang dari New York untuk mengabarkan pesan Islam.
-------------------------------
0 komentar dan respon:
Posting Komentar