Sejarah mencatat Mesir sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Di balik pengakuan Mesir tersebut terkuak fakta bahwa pencetus dan pejuangnya adalah Ikhwanul Muslimin (Pribadi, 2013). IM adalah gerakan Islam yang dibentuk Syeikh Hasan Al-Banna pada tahun 1928. Dr. Richard Mitchell mengungkapkan bahwa IM merupakan gerakan Islam moderat dan modern terbesar di dunia abad ini. Gerakan ini sangat berpengaruh dan mampu menyebar di lebih 70 negara.
Ikhwanul Muslimin saat itu sering mengerahkan massa untuk demonstrasi dan menghalau kapal-kapal Belanda yang melewati Terusan Suez. Para buruh IM yang bekerja di kapal-kapal Inggris banyak melakukan pemogokan bahkan berhenti bekerja dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah Inggris supaya berhenti membantu Belanda.
Buruh Ikhanul Muslimin Suez Canal mogok menuntut Inggris tidak bantu Belanda
Ikhwanul Muslimin juga membuka ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Mesir untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran dan majalah miliknya. Tatkala terjadi pertempuran Surabaya 10 November 1945 dan banyak koran Indonesia memberitakan, IM mengadakan shalat ghaib berjamaah.
Puncaknya IM mendesak agar pemerintah Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Tepat tanggal 22 Maret 1946 Mesir di bawah Raja Farouk resmi menjadi negara pertama yang menyatakan pengakuan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Mesir mengirimkan utusan khususnya yang membawa surat pengakuan itu untuk menemui Presiden Soekarno. Mesir selanjutnya menyalurkan bantuan lunak berupa uang kepada pemerintahan Indonesia yang kas-nya masih kosong.
Tidak sampai disitu, IM dengan jaringannya yang tersebar selanjutnya menggalang dukungan-dukungan negara Arab lainnya. Mesir dan negara-negara Arab membentuk Panitia Pembela Indonesia dan mendorong pembahasan isu Indonesia di Perserikatan Bangsa Bangsa dan Liga Arab.
Sebelum pengakuan tersebut Indonesia baru merdeka secara de facto belum de jure. Belanda tetap mengklaim Indonesia sebagai wilayah jajahannya.Negara-negara di luar Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mau ikut campur urusan Indonesia karena dianggap sebagai masalah dalam negeri Belanda. Delegasi Indonesia seperti Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Soedjatmoko, dan LN Palar juga tidak boleh masuk ke Sidang Majelis Umum PBB.
Zein Hassan dalam bukunya Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, menulis bahwa pengakuan kemerdekaan membuat posisi Indonesia setara dengan negara lainnya, termasuk Belanda dalam diplomasi internasional.
Proklamator Bung Hatta sebagaimana dinukil dalam buku tersebut menyatakan, “Kemenangan diplomasi Indonesia dimulai dari Kairo. Karena, dengan pengakuan mesir dan negara- negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagaimana selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau.”
Sjahrir dan Agus Salim mewakili Indonesia pernah menemui Hasan al-Banna untuk menyampaikan terima kasih kepada IM atas dukungannya kemerdekaannya. Sebagai bangsa berbudaya dan berkarakter sangat pantas Indonesia berterima kasih kepada IM maupun pemerintah Mesir secara umum.
Rekaman di atas menunjukkan bahwa hubungan historis antara IM, Mesir dan Indonesia sangatlah kuat. Di Mesir bahkan ada Jalan Ahmad Soekarno yang diambil dari nama Presiden Pertama Republik Indonesia.
Pada saat bencana dahsyat tsunami Aceh, pada pagi hari 26 Desember 2004, Ikhwanul Muslimin Mesir segera mengirim tim relawan kemanusiaan di Aceh dipimpin oleh Mohammad Mursi yang baru saja dikudeta oleh Militer Mesir sebgai Presiden sah Mesir hasil pemilihan umum paling demokratis dalam sejarah Mesir. Berikut ini dokumentasi tim relawan Ikhwanul Muslimin Mesir beserta foto Mohammad Mursi.
Mohammad Mursi (keempat dari kiri) pasca Tsunami Aceh – Desember 2004.
0 komentar dan respon:
Posting Komentar