Ada hal yang menyakitkan hati korban Gempa Aceh, Bengkulu, Jambi dan Padang. Bukan empati yang lebih dulu diterima tapi opini gempa ini “Hukuman Tuhan.” Sementara mereka dikenal sebagai muslim taat.
Orang usil mereka-reka angka dan tanda alam sebagai firasat bencana. Segera beredar isssue menyesatkan di SMS, facebook, twitter, email dan blog mengkaitkan gempa dengan fakta yang tak relevan. Seperti blog http://thephenomena.wordpress.com. Untuk bloger ini segeralah bertobat dari Thiyaroh (menggunakan firasat/angka yg sebenarnya gejala alam biasa, untuk dikaitkan dengan takdir Allah). Jika Anda Muslim, ingatlah :
“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik -tiga kali” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3528)
Sesudah gempa Padang 30 September 2009 beredar isu meresahkan. Gempa susulan pukul 17.58 WIB. Angka 17.58 mereka kait-kaitkan dengan surat 17 ayat 58 "Tidak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami binasakan sebelum hari kiamat atau Kami azab dengan azab yang sangat keras.” Pantaskah ayat ini untuk kota Padang?
Gempa Kerinci terjadi pada 01 Oktober 2009 pukul 08.52 WIB. Angka 08.52 dikait-kaitkan dengan Surat 8 ayat 52 : "(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan para pengikutnya serta orang2 sebelumnya. Mereka ingkari ayat2 Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosanya.”
Seandainya musibah terjadi, para sahabat Nabi akan menahan diri untuk membuat komentar sehingga menanyakan sendiri kepada Nabi SAW. Nabi juga tidak akan menjawab sehingga memperoleh wahyu dari Allah. Sekalipun beriman bahwa tiap bencana adalah dengan kehendak Allah, Tapi menjadi kesalahan besar jika membuat asumsi sendiri kenapa terjadi.
Adapun mencari-cari ayat pembenaran peristiwa gempa merupakan sifat zholim, menyebarkan fitnah yang sangat melukai hati dengan al-Qur’an. Orang usil dalam agama ini tak paham hakikat bencana sebagai cobaan dari Allah pada yang beriman maupun yang tidak beriman.
Musa memilih 70 orang kaumnya untuk (mohonkan ampun kepada Kami)
pada waktu yang telah Kami tentukan. Lalu saat mereka digoncang gempa. Musa berkata 'Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki tentulah Kau
binasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang2 kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. (QS Al-A'raf : 155). Mungkinkah gempa besar ada di JAKARTA?
MOMEN KEPANIKAN KETIKA GEMPA MELANDA JAKARTA VIVAnews - Masih lekat dalam ingatan Safarudin, saat Jakarta diguncang gempa tahun lalu. Rabu, 2 September 2009, pukul 14.55 wib, tukang ojek 27 tahun yang biasa mangkal di dekat Wisma Nusantara itu terhenyak, ketika bumi yang dipijaknya bergoyang keras.
“Kreeek…kreeek,” bunyi itu terdengar dari atas, begitu keras di tengah deru kendaraan yang lalu-lalang di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, yang mulai memadat. Safar menengadah ke langit, gedung-gedung jangkung di sekelilingnya terlihat berayun-ayun seolah hendak rubuh menimpanya.
Belum selesai ia mencerna apa yang tengah terjadi, sekonyong-konyong orang-orang dari dalam gedung Wisma Nusantara terbirit-birit berhamburan keluar gedung. “Gempa… gempa..” Tanpa pikir panjang lagi, Safar melompat ke motornya. Ia pacu gas sekencang-kencangnya menyusuri Jl Sutan Syahrir, menjauh dari rimba pencakar langit.
Tak jauh dari situ Sianto Wongjoyo, Manajer Dell Indonesia ‘terperangkap’ di kantornya yang berada Menara BCA Grand Indonesia Kantor Dell yang baru setahun pindah ke gedung itu, memang lumayan tinggi, yakni di Lantai 48 dari 57 lantai yang ada. Biasanya ia tidak terlalu sensitif terhadap gempa. Tapi kali itu guncangannya cukup besar untuk menyadarkannya. Lantai bergoyang, kaca-kaca kantor bergetar, dinding berderak. “Kali ini harus saya akui, benar-benar hebat guncangannya,”
Dengan sigap, petugas keamanan memandu orang-orang berkumpul di lorong lift. Dalam hati, Sianto tak lepas berdoa. Menunggu cemas, hingga gempa berhenti. Sesaat kemudian, semua dievakuasi keluar gedung, menyusuri anak tangga satu persatu. “Lumayan capek sih.” Di bawah, ribuan pengunjung dan karyawan yang berkantor di Grand Indonesia, Plaza Indonesia, Wisma Nusantara, Hotel Nikko, sudah menyemut.
Jangan lupa, Jakarta masih punya sekitar 1400 gedung. Praktis, aktivitas kantor di banyak tempat lumpuh. Padahal, episentrum gempa berada di perairan selatan Jawa diantara Sukabumi dan Bandung, atau tepatnya di koordinat 7,809 derajat LS dan 107,259 derajat BT dengan kekuatan 7,3 SR.
Setidaknya ini mengingatkan kita semua bahwa Jakarta bukan tempat aman dari ancaman gempa.
POTENSI KEKUATAN GEMPABUMI YANG MENGANCAM JAKARTA
Gempa yang Mengintai Jakarta kadang hadir secara nyata. Karena JAKARTA memang dikepung sesar aktif di Selat Sunda dan patahan lain di Jawa Barat serta patahan besar di selatan pulau Jawa yang paling sering menjadi sebab Jakarta dilanda gempa.
Kotak Merah - Gempa di Selat Sunda 16 Oktober 2009 (USGS)
Kotak Kuning - Ditemukan Gunung Bawah Laut Raksasa dengan
ketinggian diatas 4.000 meter dan diameter 50 km
disekitar kotak kuning (perairan barat Bengkulu)
Menurut Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Prof. Riset Hery Harjono, Wilayah Jakarta memiliki formasi geologi usia muda. Lapisan atas berupa tanah lunak lempung dan lempung pasiran dari endapan pantai periode holosen akhir (12.000 tahun lalu).
Di bawahnya terdapat endapan aluvial vulkanik dari pleistosen akhir (lebih dari 12.000 tahun lalu). Di bawahnya lagi endapan marine dan non-marine berumur Pleistosen Awal (2.588 juta tahun). Di bagian paling bawah terdapat batuan berumur tersier (1,8 juta - 6,5 juta tahun).
Ir. Engkon Kertapati dari Pusat Survei Geologi, mengatakan bahwa Jakarta berada di atas tanah yang sangat lemah dan rentan guncangan gempa. Secara geologi, Jakarta terbagi 2 wilayah; Jakarta bagian utara dengan permukaan tanah lunak dan bagian selatan yang lapisan tanahnya relatif padat dan berusia lebih tua.
Bila gempa kuat terjadi, Jakarta utara paling rawan mengalami proses likuifaksi (permukaan tanah amblas) karena perubahan sifat tanah dari padat menjadi air karena gempa. Selain itu, sifat tanah di wilayah utara juga akan merambatkan getaran gempa hingga mengalami amplifikasi (perbesaran) guncangan terhadap gedung di atasnya.
Ini yang membuat Jakarta merasakan guncangan gempa Tasikmalaya yang pusatnya berjarak 200-an km. Saat itu, wilayah Utara mengalami amplifikasi 2 kali, sementara wilayah selatan amplifikasi 1,5 kali.
Ahli Gempa LIPI Dr Danny Hilman Natawidjaya mengatakan bila gempa Tasik bermagnitudo lebih besar, misalnya lebih dari 8 SR, gempa itu bisa fatal bagi Jakarta. “Mematikan, seperti gempa Meksiko tahun 1985,” Saat itu, sumber gempa lebih dari 300 km. Namun dengan kekuatan gempa 8,1 SR, gempa itu meratakan Mexico City.
Badan survei geologi AS, USGS, menyebutkan setidaknya 9.500 tewas, 30 ribu terluka dan lebih dari 100.000 orang menggelandang karena rumah hancur, 412 bangunan tumbang dan 3.124 bangunan lain rusak di Mexico City. Kerugian mencapai US$ 3 – 4 miliar. 60 persen dari bangunan di daerah seperti Ciudad Guzman dan Jalisco juga musnah. Menurut catatan Prof Masyhur Irsyam, pakar teknik sipil ITB - kepala Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, pusat gempa di bawah garis pantai Pasifik. Episentrum berjarak 380 km dari Mexico City.
Lalu kenapa jarak pusat gempa yang begitu jauh tetap mengoyak Mexico City? Ternyata kota itu berdiri di atas endapan lempung vulkanik yang usia kurang dari 2.500 tahun. Ini menyebabkan getaran gempa di permukaan tanah mengalami amplifikasi antara 4-5 kali, dan amplifikasi gempa pada bangunan bisa mencapai 21x dari getaran di batuan dasar.
Struktur geologis lapisan tanah Jakarta kurang lebih sama dengan Mexico City, diatas lapisan tanah lunak, endapan pasir dan tanah lempung. Berikut ini ilustrasi gambar kasus gempa di Mexico City.
Gedung yang dibangun di Jakarta harus memenuhi standar tahan gempa 8 SR. Menurut Hermawan Sarwono, Direktur Utama PT Insani Daya Kreasi, gedung yang dibangun pasca 1989 sudah harus memenuhi persyaratan struktur gedung dan kinerja struktur gedung sesuai SNI 1989. “Bahkan, standarisasi pembangunan gedung tahun 2002, ditingkatkan lagi melalui SNI 03-1726-2002 yang jauh lebih ketat dari standar SNI 1989.”
Menurut Masyhur, ada beberapa tahapan yang perlu dilewati dalam sebuah perencanaan bangunan di Jakarta agar tahan gempa.
1). Harus diketahui goyangan atau percepatan di batuan dasar. Angka ini diperoleh dari Peta Gempa Indonesia 2010, di mana percepatan di batuan dasar (Peak Base Acceleration) Jakarta adalah 0.19 g (gravitasi 981 cm per detik kuadrat) untuk 10 persen kemungkinan terjadinya dalam 50 tahun dan perioda ulang gempabumi 475 tahunan.
2). Perlu diketahui percepatan di permukaan tanah dengan menghitung efek kondisi tanah, misalnya apakah tanah lunak atau tanah keras. Untuk Jakarta, goyangan di batuan dasar bisa saja sama, namun goyangan di permukaan tanah Jakarta Utara dan Jakarta Selatan berbeda.
3). Perlu diperhitungkan goyangan bangunan itu sendiri, yang didasarkan pada perilaku bangunan. "Dengan mengetahui goyangan pada bangunan, maka dapat dihitung besar gaya gempa pada bangunan.”
Padahal, hingga kini Jakarta belum memiliki peta mikrozonasi gempa, yang bisa secara lengkap menyediakan informasi peta kelabilan tanah, termasuk angka percepatan/ goyangan di permukaan tanah di masing wilayah Jakarta. “Sayangnya di Jakarta kita tidak punya,”
Jakarta diintai sesar-sesar aktif yang siap ‘menyuplai’ getaran gempa. Di antaranya Sesar Cimandiri dengan magnitudo 7,2 SR dan kecepatan pergerakan tanah 4 mm per tahun, sesar Lembang dengan magnitudo 6,5 SR dan kecepatan pergerakan tanah 1,5 mm per tahun, dan Sesar Sunda dengan magnitudo 7,2 SR & kecepatan pergerakan tanah 5 mm per tahun.
Belum lagi rumor Sesar Ciputat yang konon terbujur dari Ciputat hingga ke daerah Kota. Danny Hilman mencurigainya dari keberadaan sumber mata air panas di sekitar Gedung Arsip Nasional. Meski patahan aktif belum terdeteksi, sejarah mencatat gempa besar pernah meluluhlantakkan Jakarta yaitu gempa tahun 1699, 1780 dan 1852.
Gempa tahun 1699, menurut Ir. Engkon berpusat di selatan Gunung Gede, yang menyebabkan terjadinya kerusakan bangunan dan kerusakan parah di sekitar Hanjawar, Puncak. Sir Thomas Stamford Raffles mencatat dalam bukunya History of Java :
"Gempa 1699 memuntahkan lumpur dari perut bumi. Lumpur itu menutup aliran sungai, menyebabkan kondisi lingkungan tak sehat, kian parah.”
Menurut Encyclopedy of World Geography, gempa menyebabkan Sungai Ciliwung tertutup longsor lumpur, dan pohon-pohon tumbang, sehingga terjadi banjir di banyak tempat.
Sebuah Buku Transits of Venus: New Views of the Solar System and Galaxy mencatat bahwa Observatorium Mohr di Batavia sukses melaporkan kejadian Transit of Venus (kondisi saat Matahari Venus dan bumi dalam satu garis). Observatorium tersebut hancur akibat gempa tahun 1780.
Pada 27 Agustus 1883, Jakarta diguncang gempa besar akibat letusan Krakatau yang memicu tsunami 35m dan 36.000 tewas di Jawa bagian barat, dan selatan Sumatera. Dari catatan sejarah ini membuka mata kita Jakarta bukan tempat aman dari peluang gempa hebat.
Ancaman bagi Jakarta adalah gempa dangkal yang bersumber dari Jawa Selatan, zona Subduksi (Megathrust) seperti gempa Tasikmalaya. Kerentanan Jakarta diperparah oleh padatnya penduduk dan bangunan yang tidak memperhatikan aspek tahan gempa. ”Bagaimanapun juga, gempa tak membunuh orang. Tapi bangunan roboh bisa membunuhnya.”
0 komentar dan respon:
Posting Komentar