Strategi yang dibangun kelompok Al-Qaida yang diumumkannya sejak tahun 2004, dalam beberapa pesan audio pimpinan kelompok syaikh Usamah bin Ladin dan wakilnya syaikh Aiman Azh-Zhawahiri, bertumpu pada usaha menguras habis kekuatan AS sampai jurang kebangkrutan, yang akan berakibat kemunduran kekuatan militer AS. Dan jika melihat dari target strategis ini, tampaknya al-Qaida telah meraih kemenangannya pada permulaan perang panjang yang masih akan terus berlanjut untuk waktu yang lama.
Ada pertanyaan besar, mengapa AS (dan Yahudi) sebegitu bernafsunya memerang kekuatan Al Qaida dengan biaya sangat mahal dan bahkan akan membangkrutkan perekonomian mereka? Sementara musuh yang mereka hadapi bukan pula de facto sebagai sebuah negara sebagaimana perang-perang mereka sebelumnya? Tetapi mengapa musuh seperti ini justru bisa menjadikan mereka bangkrut?
Jawabannya sudah sangat jelas. Dengan biaya perang seberapa pun mahalnya – mereka sama sekali ingin memadamkan cahaya Allah dari ummat Islam yang ingin menegakkan Syariat Islam di bagian manapun di dunia ini. Semuanya berangkat dari kedengkian hati mereka terhadap ummat Islam yang ingin konsistent terhadap agamanya. Seperti juga pesan Allah SWT dalam ayat Al-Qur’an :
Sesungguhnya kamu dapati orang2 yang paling keras permusuhannya terhadap orang2 yang beriman ialah orang2 Yahudi dan musyrik. (Qs. 5:82)
Dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kpd mereka):”Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Qs. 3:119)
Seorang pakar analis Isham Zaidan menulis artikel “Shira' Al-Istiratijiyah: Hal Intasharat Al-Qa'idah 'ala Amrika” di situs iraqnusra.qawim, Berikut terjemahannya.
Perang strategi, apakah Al-Qaeda meraih kemenangan atas AS?
Perluasan operasi di luar negeri dan serangan militer, terkhusus dalam perang Afghanistan dan Irak 2003, saling berperan sehingga menimbulkan krisis ekonomi dan menempatkan AS dalam posisi sangat sulit dalam aspek ekonomi dan militer. Hal itu sepenuhnya sesuai keinginan Al-Qaeda. Karenanya kita bisa mengatakan bahwa perang strategi antara AS dan kelompok Al-Qaeda masih terus berlangsung.
Peperangan antara AS dan Al-Qaeda tidak berhenti pada medan pertempuran militer dan peperangan berdarah di Irak, Afghanistan dan titik-titik peperangan lainnya yang tengah berkecamuk. Masih ada peperangan dalam bentuknya yang lain, yaitu perang strategi.
Strategi yang dibangun oleh kelompok Al-Qaeda ---- kita tidak mesti sependapat dengannya dalam memandang tabiat peperangan, akibat-akibatnya dan sikap umat Islam darinya--- yang diumumkannya sejak 2004 M, dalam beberapa pesan audio pimpinan kelompok syaikh Usamah bin Ladin dan wakilnya syaikh Aiman Azh-Zhawahiri, bertumpu pada usaha menguras habis kekuatan AS sampai jurang kebangkrutan, yang akan berakibat kemunduran kekuatan militer AS.
Strategi ini nampaknya menunjukkan beberapa kemajuan. Dalam sebuah kebijakan yang boleh jadi belum pernah terjadi sebelumnya dan mengindikasikan situasi yang genting, Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengumumkan penutupan sebuah komando tinggi tentara nasional AS yang mempekerjakan 5000 karyawan. Ia juga menyusutkan jumlah pendaftar dalam tentara nasional dan mulai meniadakan beberapa pekerjaan dalam tentara nasional dengan tujuan penghematan anggaran sebesar $ 100 Milyar selama 5 tahun mendatang.
Menurut laporan koran The New York Times, Konggres AS memberikan dukungan terhadap policy tersebut. Koran itu menegaskan bahwa Gates akan mengumumkan penurunan sekitar 2 % anggaran untuk membiayai birokrasi departemennya. Koran itu juga mengutip dari senator dari Partai Demokrat dan ketua komisi militer dalam Konggres bahwa ia akan berusaha menurunkan anggaran pertahanan pada tahun mendatang sebesar US$ 7 Milyar. Para wakil Partai Demokrat dalam komisi militer dalam Konggres AS telah memberikan suara untuk menurunkan anggaran US$ 8 miliar dari biaya operasi besar militer yang diperkirakan sebesar 18 miliar dolar.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa perluasan operasi di luar negeri dan serangan militer, terkhusus dalam perang Afghanistan dan Irak, saling berperan sehingga menimbulkan krisis ekonomi dan menempatkan AS dalam posisi sangat sulit dalam aspek ekonomi dan militer. Hal itu sepenuhnya sesuai dengan keinginan Al-Qaeda.
AS masih menggelar perang berkelanjutan di Afghaistan sejak 2001, sementara itu jumlah tentara AS yang tersebar di Afghanistan dalam perang terlama yang pernah diterjuninya mencapai 100.000 tentara. AS juga terpaksa harus mempertahankan sekitar 6 divisi militer penuh dan sekitar 100 pangkalan militernya di Irak, sebelum melakukan penarikan mundur pasukan dari kota-kota di Irak. Biaya perang di Irak dan Afghanistan mencapai sekitar satu triliun dolar, sebanyak 684 miliar dolar untuk perang di Irak dan 223 miliar dolar untuk perang di Afghanistan.
Hal itu belum terhitung biaya operasi perang menghadapi "terorisme". Laporan Pusat Studi Konggres AS menegaskan bahwa perang melawan "terorisme" yang timbul pasca serangan 11 September memakan biaya lebih dari $ 1 triliun. Diperkirakan biaya total untuk perang ini mencapai angka 2 triliun dolar sampai tahun 2019, sesuai perhitungan komisi militer dalam Konggres AS.
Pembicaraan hal itu juga berkaitan erat dengan "pembengkakan" aparat keamanan di AS pasca serangan 11 September. Lebih dari 850.000 aparat keamanan di AS telah membebani anggaran negara AS miliaran dolar setiap tahunnya.
Para analis mengaitkan anggaran militer yang sangat besar ini sebagai salah satu sebab krisis ekonomi terus mendera AS dan sebagian negara Eropa sejak 2008. Krisis ekonomi parah yang melanda AS sejak 2 tahun lalu pasti bukan angin yang berlalu begitu saja. Krisis itu meninggalkan dampak sangat serius, terutama pada anggaran belanja dan persenjataan.
The New York Times mengungkap pembengkakan jumlah hutang pemerintah AS. Menurut laporan koran itu, hutang pemerintah AS meningkat hingga mencapai angka $13 triliun dan defisit anggaran $ 1,5 triliun. Kantor Anggaran dalam Konggres AS memperkirakan skenario keuangan alternatif yang diperkirakan akan menyebabkan sejumlah perubahan bagi kebijakan pemerintah AS. Skenario itu memperkirakan hutang AS secara umum akan meningkat dari angka 44 % sebelum terjadinya krisis sampai angka 716 % di tahun 2080. Berdasar skenario pokok yang dibuat Kantor Anggaran dalam Konggres AS, jika kebijakan moneter AS saat ini dipertahankan maka hutang AS akan naik sebanyak 280 %.
Dua perkara ini, kelemahan fondasi ekonomi dan perluasan operasi militer di luar negeri, kira-kira merupakan dua poros utama yang menjadi sasaran strategi kelompok Al-Qaeda. Kedua perkara ini merupakan dua pertiga sebab kehancuran dan kemunduran sejumlah imperium dan negara super power.
Barangsiapa mengkaji ulang sejarah dengan baik niscaya akan mendapati fakta bahwa selama dua abad yaitu abad kedua dan ketiga Masehi, terjadi tiga krisis secara bersamaan yang mengancam imperium Romawi ke jurang keruntuhan; peperangan di luar negeri, perang saudara dalam negeri dan kelemahan ekonomi.
Hal inilah yang ditegaskan oleh laporan majalah AS, News Week. News Week menyebutkan bahwa AS dikenal sebagai negara super power, penguasa dunia atau imperium. Namun kemampuannya dalam mengatur masalah keuangannya sangat terkait erat dengan kemampuannya dalam mempertahankan dirinya sebagai kekuatan militer terpenting di dunia.
News Week menyoroti sejarah runtuhnya beberapa imperium dimulai dengan hutang yang menumpuk dan berakhir dengan penurunan drastis terhadap sumber-sumber keuangan bagi tentara. News Week mengambil imperium Inggris sebagai contoh. Ketika itu bunga hutang Inggris menghabiskan 44 % total keuangan kerajaan Inggris selama masa berkecamuknya perang. Akibatnya Inggris sangat sulit untuk mempersenjatai kembali kekuatan militernya saat mendapat ancaman keamanan dari Jerman. Di akhir laporannya, News Week menegaskan AS harus melakukan reformasi keuangan yang fundamental agar tidak mengalami kesudahan nasib yang sama.
Dari sini, kita bisa mengatakan bahwa perang strategi antara AS dan kelompok Al-Qaeda masih terus berlangsung. Hanya saja permulaan-permulaan perang ini menunjukkan bahwa AS tengah berada di pinggir jurang kekalahan strategi, dalam pengaruh-pengaruhnya dan kesudahan akhirnya, jauh lebih besar dari kekalahan dalam perang militer taktis.
Ditulis oleh Isham Zaidan
Analis dan penulis muslim dari Mesir
0 komentar dan respon:
Posting Komentar