Sering dalam membicarakan issue ajaran Islam kita disodori pertanyaan :
Haditsnya mana, ayatnya mana? Kedudukan haditsnya shohih atau tidak? Siapa perawinya? Sanad hadits-nya mana? Anda belajar dari mana?
Pertanyaan ini sangat khas di kalangan penganut Wahabi / Salafi dari yang awam sampai yang sudah senior. Sementara “ulama” Wahabi yang mengaku ahli hadits – Syaikh Nashiruddin al-Albani, ketika diminta menyebutkan 10 hadits dengan sanadnya (perawinya hingga ke Rasulullah) tidak mampu menjawab. Dan akhirnya mengaku “Saya ahli hadits kitabi” – Jelasnya si tukang reparasi arloji jam ini belajar hadits dari buku.
Pertanyaan diatas tidak selayaknya disodorkan pada muslim awam. Bahkan tidak semua pendakwah atau mubaligh atau ustadz memiliki kapasitas untuk menjawab. Silahkan tanyakan atau lakukan konfirmasi kebenaran hadits dan pemahaman tafsir Qur’an kepada ahlinya – ulama hadits dan ulama tafsir. Jangan kepada seorang muslim biasa yang menyampaikan kebenaran tentang Islam.
Apakah hanya karena dia seorang muslim biasa (awam) dan ketiadaan pengetahuan ilmu hadits dan ilmu tafsir akan menghalangi seseorang untuk menyampaikan esensi ajaran dan kebenaran Islam. Pahamilah perkataan dan nasehat agama darinya dan jika masih ragu, maka bertanyalah kepada ahlinya. Karena boleh jadi dia hanya menggugurkan kewajiban pada setiap muslim :
- Balighuu ‘anni walau ayah (Sampaikan oleh kalian walau hanya satu ayat)
- Saling nasehat menasehatilah kalian (dalam mengajarkan ajaran Islam).
Ketahuilah setiap muslim masing-masing memiliki otoritas dan kewajiban yang dituntut dan akan dia pertanggungjawabkan di akhirat sesuai dengan kapasitas dan timbangan akalnya. Setiap muslim bertanggungjawab bagaimana mengajarkan, mendidik dan memimpin keluarganya.
Kapasitas sebagai seorang muslim awam
Kewajiban seorang muslim awam adalah menyampaikan esensi kebenaran ajaran Islam sesuai dengan pemahaman maksimalnya. Misalnya, seorang jama’ah umroh dan dia ini muslim biasa (awam) menghadiri majlis ilmu seorang ulama ahli hadits di masjid Nabawi – Madinah. Dia didampingi seorang translator yang menterjemahkan perkataan ulama tersebut.
Muslim awam tersebut pun menangkap esensi dari ajaran ulama tersebut, termasuk ingatan isi kandungan hadits atau ayat al-Qur’an. Dia tidak memiliki pengetahuan tentang matan hadits, perawi dan sanadnya atau bahkan setelah sekian lama dia lupa dengan hafalan ayatnya atau nama ulama hadits dalam majlis ilmu tersebut.
Apakah hanya karena lupa atau tidak tahu ilmu kedudukan hadits tersebut dan tidak hafal ayat namun esensi ajarannya masih utuh dalam benaknya akan menghalangi seorang muslim biasa untuk menyampaikan esensi ajaran Islam kepada Istrinya, keluarganya, kerabatnya dan bahkan jama’ah pengajian di mushola lingkungannya?
Kapasitas sebagai pendakwah atau mubaligh atau ustadz
Mereka berkepentingan menghafal matan (redaksional) ayat Al-Qur’an dan hadits, memahami penafsirannya sebagaimana yang diajarkan gurunya atau ulama hadits dan ulama tafsir, kitab-kitab kuning yang ditulis ulama salaf di bidang tafsir dan hadits. Beserta asbaabul Nuzul dan asbaabul furuj. Pada tingkatan ini ustadz satu dengan ustadz-ustadz (asaatidz) pun masing-masing memiliki derajat keilmuan yang berbeda-beda.
Sebagian mereka memiliki kapasitas untuk menjawab pertanyaan alinea pertama diatas, sebagian lain barangkali tidak mampu menguraikan jawaban yang benar. Apalagi jika ia menjadi ustadz kitabi (mempelajari Islam dan mengajarkannya hanya dari buku) atau berguru tidak dalam jangka waktu lama atau hanya dari satu-dua orang guru.
Kapasitas sebagai ulama ahli hadits (Muhadits) atau ahli tafsir al-Qur’an (Mufasir)
Mereka ini sumber ilmu Islam sejati, ibarat air berasal dari sumber yang jernih dan memiliki otoritas dan kapasitas menjaga Islam tidak tercemari oleh ajaran sesat. Mereka setia menjaga Islam yang diajarkan Rasulullah SAW, yang kemudian diwariskan ke generasi terbaik ummat Islam – Shahabat, Tabi’in, Tabi’it-Tabi’in – kemudian ke ulama pengumpul hadits (Imam Bukhori, Muslim, Ahmad etc.), imam madzab yang diakui (Imam Maliki, Hanafi, Syafi’I,Hambali etc.), ulama salaf ahli hadits dan tafsir qur’an, ulama khalaf (yang datang kemudian) yang dari generasi ke generasi menjaga dan mewariskan sanad ajaran Rasulullah SAW hingga sekarang.
Merekalah tempat sebaik-baiknya bertanya tentang ajaran Rasulullah SAW, tentang ajaran Islam. Datangilah majlis ilmunya dimanapun berada karena engkau akan mendapati pengajaran Islam dari sumber mata air yang jernih. Karena belajar Islam hanya dari buku atau bahkan internet saja boleh jadi memiliki fondasi ilmu yang rapuh atau bahkan sesat tanpa disadari.
Namun hati-hati dalam memilih guru dan majlis Ilmu, karena banyak yang sesat-menyesatkan. Sebagaimana nubuwwat Rasulullah yang memberitakan bahwa kelak mendekati kiamat banyak kesesatan di kalangan ummat. Namun Rasulullah memberi tuntunan untuk mengikuti fikroh yang dianut mayoritas ummat Islam dan lebih spesifik lagi mengikuti ulama dari kalangan jurriah keturunan Rasulullah – yaitu kalangan ahlul bait atau habaib (jamak dari kata habib).
Semoga Allah memberkati dan member hidayah kepada kita semua – Amien.
0 komentar dan respon:
Posting Komentar